Zarra Masyithah, IX-1 smp
Tahun Tanpa Warna
Seluruh dunia akan merayakan kedatangan tahun yang baru. Sedangkan aku berada di suatu ruangan kecil yang sesekali terdengar suara tangisan lirih…
Desember 31, kakak sepupuku mencurahkan isi hatinya kepadaku tentang kisah percintaannya yang amat menyedihkan, yaitu dimana sahabat terbaiknya atau bisa juga disebut saudaranya sendiri yang merupakan saudaraku juga, merebut kekasihnya. Awalnya aku hanya diam dan merasa percintaan remaja itu merepotkan.
Januari 1, topik pembicaraan pun tiba-tiba berubah.. kakak sepupuku bercerita tentang dirinya, dia mengatakan kalau dia ada kanker di otak dan dia baru saja mengetahuinya seminggu yang lalu. Yang kutahu hanyalah dia pulang entah darimana sambil membawa plastik putih berisi botol-botol kecil. Waktu pun sudah menunjukkan pukul 12 lewat, aku berdiri lalu mengambil kalender yang sudah habis jangka hayatnya ke dalam tong sampah kecil yang berada di sudut ruangan.
Sepanjang hari aku mencoba menghela napasku berusaha untuk melepaskan beban yang baru saja kudapatkan, yaitu merahsiakan sesuatu. Akupun masuk ke kamar kakak sepupuku, sebelumnya kamar tersebut dipenuhi dengan buku-buku pelajaran yang berserakan dimana-mana karena tidak lama lagi kakak sepupuku akan menghadapi ujian akhir untuk menamatkan sekolah menengahnya. Tapi kini semua buku itu ditutup dan disimpan. Aku menyadari sesuatu.. sesuatu yang tidak perlu ditanyakan lagi.. jangka hayatnya juga akan habis tidak lama lagi.
Orang tuanya kakak sepupuku terlalu sibuk dengan pekerjaan masing-masing sehingga tidak pernah tahu-menahu kondisi anaknya, bahkan mereka sendiri sudah tidak tahu lagi apakah mereka memiliki anak atau tidak. Kakak sepupuku merupakan anak terakhir dari tiga bersaudara dan kedua kakaknya sudahpun berpijak ke masa perkuliahannya di tempat lain, sehingga mereka terkadang lupa kalau masih ada yang belum pergi. Bahkan teman terbaiknya itu tinggal berdekatan dan awalnya keluarga mereka sangat akrab dengan kakak sepupuku, sehingga setiap minggu dia pergi ke rumah temannya itu namun semenjak kejadian pada waktu itu.. perkelahian mulut hampir terjadi setiap harinya di antara mereka apabila orangtuanya kakak sepupuku sedang tiada di rumah, dan itu semua terjadi dalam waktu yang sangat lama.
Setiap malamnya kakak sepupuku selalu bercerita tentang hari sekolahnya, katanya kakak sepupuku di fitnah, dijauhi oleh teman-temannya bahkan banyak sekali gosip-gosip aneh yang menyebar di sekolahnya, dan kakak sepupuku tidak tahu apa yang mereka gosipkan. Di karenakan kakekku dulunya adalah orang yang berkuasa dan terkenal di wilayah itu dan ayahnya juga banyak dikenal orang, sehingga gosip itu tidak hanya berdiam diri di satu tempat. Dan gosip itu pun sampai ke sekolahku, dan sepertinya aku juga akan menjadi sasaran selanjutnya.
Dari semua cerita yang sudah kudengar, tidak ada satupun yang benar bahkan yang terlihat akan kepalsuan ceritanya adalah kakak sepupuku disebut sebagai `kupu-kupu malam` yang sering merebut kekasih orang lain, setelah kuselidiki ternyata asalnya dari `sebelah rumah`.
Lengkap sudah penderitaan kakak sepupuku karena sudah tidak ada tempat lagi baginya untuk pergi. Di sekolah.. di luar rumah.. bahkan di dalam rumah..
Pada suatu malam, aku masuk ke kamar kakak sepupuku dan ketika aku melihat kakak sepupuku terbaring kaku tak berdaya di atas lantai dengan beberapa bungkus obat demam yang hampir habis isinya dan aku melihat silet yang berlumuran darah, aku hanya diam seolah-olah aku telah mengetahui kalau kejadian seperti ini akan terjadi di saat-saat seperti ini. Aku berjalan mendekati tubuh kakak sepupuku lalu ku angkat tangannya dan untung saja dia tidak memotong nadinya tapi hanya melukai telapak tangannya dan aku tahu kalau obat-obat itu tidak di telan, karena aku tahu salah satu kebiasaan buruknya.
Dua bulan berlalu.. dikarenakan aku sudah tidak tahan lagi dengan bertambahnya gosip-gosip yang aneh dan sedikit demi sedikit aku mulai dipandang sebelah mata, akhirnya aku mengadu kepada orangtuanya kakak sepupuku. Singkat cerita.. ayahnya dan aku ke rumah tersebut, ketika kami datang mereka seolah-olah menyembunyikan wajah mereka yang sering kulihat ketika mereka menghina kakak sepupuku.
Banyaknya kebohongan yang kudengar di tempat itu, mereka semua menggelengkan kepalanya dengan katakutan ketika dilontarkan pertanyaan. Kebenaran pun diam, dan aku tidak tahu lagi apakah aku masih bisa mempercayai orang lain lagi semenjak kejadian itu.. dan juga yang ada dibenakku adalah apakah ada orang lain yang masih mempercayaiku, tapi itu sudahpun terjawab.. ayahnya kakak sepupuku mempercayai aku.. dan ternyata memang mereka sering seperti itu, dan aku disuruh diam saja..
Semenjak itu.. tiba-tiba saja semua gosip itu hilang, bahkan mereka semua sudah melupakan apa yang terjadi. Dan kini kakak sepupuku sudah mulai ceria namun pasti di dalam hatinya masih tersisa rasa sakit dan kenangan pahit itu juga pasti masih selalu diingat. Dan juga keluarga kami mulai mejauhkan diri dari keluarga mereka, yang pastinya kami tidak mau kejadian seperti itu terulang lagi.
Tepatnya pada hari kedua bermulanya ujian akhir sekolah, tiba-tiba saja kakak sepupuku terkena deman yang sangat parah sehingga harus dilarikan ke rumah sakit. Dikarenakan tiada sesiapa yang menjaga rumah, aku tidak bisa menyusul kakak sepupuku dan juga aku akan menghadapi ujian akhir semester tiga minggu lagi sehingga masih banyak tugas yang harus ku kerjakan.
Keesokan harinya setelah pulang sekolah aku pergi menjenguk kakak sepupuku di rumah sakit yang kebetulan tempat itu tidak jauh dari sekolahku. Aku bertanya kepada perawat dan mereka menunjukkan ruangannya, saat aku masuk ada seorang dokter dan dua orang perawat sedang memeriksa kakak sepupuku dan mereka mengatakan kalau kakakku hanyalah terkena demam berdarah, saat aku ingin mengutarakan sesuatu kepada mereka aku melihat kakak sepupuku menggelengkan kepalanya dengan pelan ke arahku. Aku pun hanya duduk diam di ruangan itu.
Malam harinya tanteku datang kerumah karena ibuku baru saja datang dari Malaysia beberapa hari yang lalu, setelah selesai ngobrol tanteku pamit untuk pergi ke rumah sakit untuk menjenguk kakak sepupuku dan sekalian pulang ke rumahnya. Tidak lama kemudian, omku dan anaknya datang kembali ke rumah dan mengatakan kalau kakak sepupuku masuk UGD dan langsung saja aku dan ibuku pergi ke rumah sakit.
Sesampai di ruang UGD aku mendengar suara kepanikan dan suara tangisan pilu serta beberapa orang mengucapkan kalimah-kalimah dan berdo`a semoga tidak terjadi apa-apa, dan suara itu aku sudah sering mendengarnya karena aku selalu datang ke rumah sakit untuk menunggu dijemput, namun kali ini terasa berbeda karena suara kepanikan yang terdengar adalah suara yang tidak asing lagi di telingaku. karena saking paniknya aku tidak berani untuk masuk ke dalam dan akupun menunggu diluar bersama dengan pembantuku dan juga dengan sepupu-sepupuku yang lain.
Hening dalam beberapa detik namun dalam keheningan yang sejenak itu tiba-tiba saja seperti ada yang menusuk dadaku dengan sesuatu yang sangat dingin. Saat rasa sakit itu hilang, tanteku keluar dari dalam UGD sambil menangis dengan sangat keras dan bahkan berteriak-teriak nama kakak sepupuku. Tidak salah lagi.. akhirnya sudah habis waktunya..
Malam itu juga jenazah kakak sepupuku dibawa pulang ke rumah. Sesampai di rumah aku langsung masuk ke kamar dan diam karena masih `shock`, dan aku masih belum mencerna apa yang terjadi dan akhirnya aku menangis juga setelah menelpon ayahku di Malaysia karena aku yakin ibuku belum mengabarkan ayahku karena ibuku pasti masih dalam keadaan bingung. Walaupun aku tahu saat-saat seperti ini akan terjadi.. tapi apakah secepat ini?
Semalaman aku tidak bisa tidur dan ternyata abangku juga tidak bisa tidur, akhirnya kami berusaha untuk mengobrol sesuatu tapi ujungnya pasti membicarakan tentang kakak sepupuku. Abangku menceritakan kepadaku kalau kakak sepupuku ada memberitahu kepada abangku kalau dia selalu diteror dengan mimpi dimana dalam mimpinya dia melihat badut yang memegangi sebuah pisau yang berlumuran darah lalu mengacungkannya ke wajahnya lalu berkata `matilah`, dan juga katanya kadang-kadang ada sesuatu yang menghantuinya.
Keesokan harinya, saat aku bangun aku mendengar suara tangisan lagi. Akupun keluar dari kamar dan aku melihat kalau satu rumah itu sudah dipenuhi dengan orang-orang yang datang melayat, dan pada sore harinya semua teman kakak sepupuku datang dan sore itupun semakin keras terdengar suara tangisannya.
Selama seminggu aku tidak masuk sekolah dan pada saat aku masuk sekolah, serentak satu rumah terkena demam dan setelah di periksa ternyata ada yang terkena demam berdarah namun hanya aku sendiri yang terkena tifus. Akhirnya aku mengambil libur lagi, tapi aku agak bingung karena ujiannya akan mulai beberapa hari lagi, tapi karena keadaan di rumah sedang mengalami masalah terpaksa aku diamkan saja dan aku tidak beritahu sesiapa.
Ternyata penyakit mamanya kakak sepupuku kumat sehingga langsung saja kami semua memesan tiket ke Penang. Akupun membereskan koperku dan ketika aku melihat wajah ibuku sepertinya ibuku benar-benar sudah tidak ingat lagi kalau aku harus mengambil ujian kenaikan kelas, karena aku terlalu takut tidak naik kelas akhirnya tifusku kumat dan semakin lama pula jangka sembuhnya.
Selama di Malaysia aku hanya duduk si depan tv menonton, sedangkan orangtuaku sibuk pergi bolak-balik ke rumah sakit. Lalu ketika orangtuaku tidak ada aku memberitahu abangku kalau aku belum mengikuti ujian akhir semester dan abangku terkejut mendengarnya, karena abangku mengikuti ujian nasional jadinya dia sudahpun mengikuti ujian lebih cepat. Sedangkan aku..
Akupun kembali ke Aceh dan kembali kesekolah, dan aku masih ragu apa aku naik kelas. Dan ternyata ketika aku masuk sekolah, wali kelasku yang dulu datang kepadaku lalu menyerahkan raporku kepadaku sambil berbicara kalau nilai hari-hariku cukup untuk bisa mengisi rapor. Lalu dia mengatakan sesuatu yang amat penting kepadaku..
Kamu naik kelas…
Life is Beautiful
Hidup selalu penuh dengan hentakan setiap hentakan percayalah jika itu adalah keindahan karena dengan hentakan hidup menjadi berirama
Kamis, 12 Agustus 2010
Minggu, 14 Maret 2010
Rabu, 16 Desember 2009
Minggu, 13 Desember 2009
Langganan:
Postingan (Atom)